Sering disebutkan oleh
khalayak muslim, khususnya di Indonesia perkataan yang menggabungkan kata
ibadah dengan kata haji, sholat ataupun puasa (ibadah haji, ibadah sholat,
ibadah puasa) padahal di dalam literatur ayat al-qur’an dan hadits Rasulullah T, tidak satupun kata ibadah
digabungkan dengan kata haji (عــبادة الحــج ),
sholat ( عــبادة الصــلاة ) ataupun shiam ( عــبادة الصــيام ). Tentunya penggunaan
istilah ibadah seperti dalam bahasa Indonesia ini perlu mendapat perhatian,
agar jangan sampai menjadikan distorsi pemahaman tantang makna ibadah yang
dimaksud di dalam ayat al-qur’an dan hadits Rasulullah T .
Dalam salah satu ayatnya
al-qur’an menyebutkan bahwa penciptaan manusia dan jin adalah dalam rangka
untuk ibadah (QS Ad-dzaariyat 51:56), dan Allah memerintahkan kepada seluruh
manusia agar beribadah kepada Rab
yang telah menciptakan manusia (QS Al-baqoroh 2:21). Ke dua ayat tsb memberikan
pengertian bahwa tidak ada satupun manusia atau jin yang tidak ibadah. Namun
dalam hal ibadah bisa saja terjadi kemungkinan mereka beribadah kepada selain
Allah. Maka perintah Allah pada QS 2:21 menekankan tentang “pihak” yang seharusnya
menjadi objek (maf’uul bih) dari
ibadah, yaitu diri Nya yang merupakan satu-satunya Rab yang telah menciptakan manusia, bahkan juga alam semesta ini.
(QS Al-Fatihah 1:2). Dalam ayat lainya
QS Al-An’am 6:102 disebutkan :
ãNà6Ï9ºs ª!$# öNä3/u ( Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( ß,Î=»yz Èe@à2 &äó_x« çnrßç6ôã$$sù 4 uqèdur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ×@Å2ur ÇÊÉËÈ
(Yang memiliki
sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan
Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.
Jadi
kata Ibadah di dalam al-qur’an digandengkan dengan objek yang di ibadahi, yaitu
Allah atau selain Allah. Ibadah kepada Allah (يعـــبدالله ) atau
ibadah kepada selain Allah ( يعـــبد من دون الله). Jika manusia memilih untuk ibadah kepada selain Allah, maka
perbuatan (sikap) tersebut diistilahkan dengan kata kufur dan manusianya disebut dengan istilah kaafir (QS Al-furqon 25:55). Dan disebutkan dalam al-qur’an bahwa
orang kafir juga ibadah (QS Al-Kaafirun 109:1-6).
Ibadah kepada Allah, disebut
di dalam al-qur’an dengan istilah shirath
al-mustaqim (QS Al-imran 3:51, QS Maryam 19:36, QS Ya-siin 36:61, QS
Az-zukhruf 43:64), maka perintah Allah agar manusia beribadah kepada Allah
diajarkan oleh Rasulullah T kepada ummat nya sebagai bentuk ajakan (dakwah)
kepada shirath al-mustaqim (QS
Al-mukminun 23:73), dan Allah pun menurunkan ayat-ayat Nya (kitab) yang
mengandung penjelasan adalah sebagai petunjuk ( huda ) bagi manusia kepada shirath
al-mustaqim (QS An-nuur 24:46)
Jadi Ibadah kepada Allah adalah
muara dari semua perintah dan petunjuk Allah kepada manusia. Dalam QS
Al-bayyinah 98:5, disebutkan :
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama
yang lurus.
Al-qur’an QS Al-bayyinah 98:5
tsb ternyata menghubungkan tentang perkara ibadah kepada Allah dengan tegaknya
ad-dien ( dienul qoyyimah ), dan
dalam ayat yang lain QS Al-an’am 6:161 disebutkan bahwa shirath al-mustaqim (ibadah kepada Allah) itu wujudnya adalah
tegaknya ad-dien yang adalah millah Ibrahim
yang haniif
(dalam QS 98:5, disebutkan dengan istilah
hunafaa
)dan yang tidak ada kesyirikan padanya.
ö@è% ÓÍ_¯RÎ) ÓÍ_1yyd þÎn1u 4n<Î) :ÞºuÅÀ 5OÉ)tGó¡B $YYÏ $VJuÏ% s'©#ÏiB tLìÏdºtö/Î) $ZÿÏZym 4 $tBur tb%x. z`ÏB tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÊÏÊÈ
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada
jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan
Ibrahim itu bukanlah Termasuk orang-orang musyrik".
Sampai disini, ternyata al-qur’an
telah memberikan uraian tentang istilah ibadah yang juga dikaitkan dengan
perkara tegaknya ad-dien dan perkara
kemusyrikan.
Keterkaitan ibadah kepada
Allah dengan perkara kemusyrikan disebutkan di dalam ayat QS Al-an’am 6:88 bahwa
perkara kemusyrikan bisa mengakibatkan batalnya amalan seorang hamba Allah yang
telah mendapatkan petunjuk ( huda ) atau
dengan kata lain batalnya amal yang dilakukan seorang yang ibadah kepada Allah.
y7Ï9ºs yèd «!$# Ïöku ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏ$t6Ïã 4 öqs9ur (#qä.uõ°r& xÝÎ6yss9 Oßg÷Ztã $¨B (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÑÑÈ
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.
Sedangkan keterkaitan antara ibadah kepada
Allah dengan perkara penagakan ad-dien,
disebutkan di dalam QS Yunus 10:104-105 dan QS Ar-rum 30:30-31 bahwa ibadah
kepada Allah itu adalah “menghadapkan wajah” kepada ad-dien yang haniif dengan
menghindarkan kesyirikan, dan hal inilah yang disebut Allah sebagai penegakan ad-dien
al-qoyyim (agama yang tegak)
Jadi ibadah kepada Allah itu juga adalah tegaknya ad-dien (agama)
dengan tanpa adanya kesyirikan.
Semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bi ash-showabb…..