Di dalam al-qur’an surat Az-Zumar : 42, yang
sering dijadikan pijakan dalam membahas perkara “kemungkinan” menemui ruh orang
yang sudah meninggal, jika diperhatikan dengan seksama terhadap makna dari
kata-kata yang digunakan di dalam ayat tersebut, ternyata akan diperoleh
“wawasan” ttg masalah wafat dan maut yang “menarik”. Berikut ini nukilan ayat
tsb dan terjemahan yang ada pada umumnya:
الله يتوفى الأنفس حين موتها والتي لم تمت في منامها فيمسك التي قضى عليها الموت ويرسل الأخرى إلى أجل مسمى إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون
Terjemahan yg umumnya ada adalah :
42.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
[1313]
Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat
kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja,
rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Jika
dicermati, kata “yatawaffa” dalam ayat tsb dalam bahasa arab mempunyai makna : sampai,
memenuhi/terpenuhinya (suatu yg sudah disepakati, dijanjikan, ditetapkan, diatur,
sebelumnya). Dalam terjemah yang umum, kata “yatawaffa” dlm ayat tsb diartikan dengan makna “dipegang”, dan
ketika difahami dalam kontek bahasa Indonesia akan membawa pemahaman tentang keadaan
suatu (seperti : tangan atau alat lainya) yang memegang “sesuatu” sehingga
“sesuatu” itu tidak bisa lagi berpindah, atau bergerak bebas, atau menjadi terkungkung
diam. Keadaan yang dialami oleh “sesuatu” yang dipegang sehingga tidak bisa
lagi berpindah, atau bergerak bebas, atau menjadi terkungkung diam inilah yang dimaksud dengan pengunaan kata “yatawaffa”, jadi bukan pada perkara bentuk/cara
terpegangnya yang menjadi maksud dari kata “yatawaffa”,
tetapi adalah “keadaan” ketika terpegang.
Sedangkan kata “maut” dalam bahasa arab mempunyai
makna :
diambil kembali, (bisa dengan cara) dicabut, ditarik, dll
Dengan
mengikuti makna kata “yatawaffa” dan “maut” dalam bahasa arab tsb, kemudian dikaitkan
dengan persoalan RUH yang ditiupkan oleh
kpd manusia saat akan dilahirkan ke dunia
(QS As-sajdah 32:9) dan tentang adanya
ketetapan AJAL bagi manusia yang
dilahirkan ke dunia (QS Al-an’am 6:2). Maka bisa difahami bahwa “sampai”
nya manusia pada suatu “keadaan”
sebagaimana ketetapan AJAL nya di dunia tsb yang menjadi bentuk “pemenuhan” dari rencana/janji Allah terkait
ketetapan AJAL bagi manusia dari sejak semula diciptakan, keadaan ini disebut
dengan istilah “wafat”, yaitu
sampainya/terpenuhinya kepada AJAL. Dan ketika sudah “wafat”, sampai kepada AJAL, maka Allah “mengambil kembali” RUH dari manusia dengan cara “mencabut” nya, dan inilah yang disebut
dengan “maut”
Kembali
pada ayat QS Az-zumar 39:42 di atas, maka ayat tersebut memberikan informasi bahwa
Allah “menyampaikan”( yatawaffa ) NAFS
pada suatu keadaan yg dikehendaki Allah, yaitu dalam dua keadaan :
- Keadaan MAUT (tercabutnya RUH krn sudah sampainya AJAL sebagaimana ketetapan Allah), dan
- Keadaan NAUM (tidur, bukan disebut dengan MAUT krn tidak ada RUH yang dicabut)
lalu
selanjutnya disebutkan bahwa Allah menahan ( “yumsik” ) NAFS tetap pada keadaan MAUT, dan mengembalikan keadaan
NAFS dari keadaan NAUM kepada keadaan sebelumnya ( terjaga, bangun ).
Maka
dengan demikian ayat ini TIDAK bisa digunakan sebagai dalil untuk MENYAMAKAN keadaan NAFS yang MAUT (mati)
dengan keadaan NAFS yang NAUM (tidur), karena NAFS yang MAUT itu RUH nya sudah
tidak ada ( diambil kembali, dicabut )
sehingga sudah tidak memiliki RUH. Sedangkan NAFS yang dalam keadaan NAUM masih
tetap memiliki RUH. Meskipun ketika masih dalam keadaan NAUM, Allah sama-sama
MENAHAN ( “yumsik” ) keadaan NAFS
yang telah MAUT maupun keadaan NAFS yang sedang NAUM (perhatikan dengan cermat
kalimah dalam ayat QS 39:42, “allaahu
yatawaffa Al-ANFUSA”).
Jadi
yang sedang sama-sama ditahan (yatawaffa)
oleh Allah adalah NAFS nya ( dalam bentuk jamak, “anfus” ), dan BUKAN sedang menahan RUH nya.
Dengan
demikian menjadi kurang tepat ketika merujuk pada ayat QS 39:42 tersebut dan
memahaminya sebagai dalil tentang adanya “peluang” RUH orang yang MATI dengan
RUH orang yang masih HIDUP untuk saling bertemu & berkomunikasi
menceritakan pengalaman masing2 dan menyampaikan segala hal tentang masa yang lalu
atau masa yang akan datang.
Wallaahu
ta’aala a’lam….